Puji syukur disampaikan kepada Allah pencipta langit dan bumi serta segala isinya,  yang telah mengutus rasulNYA  Muhammad SAW, untuk membimbing manusia ke jalan yang lurus yaitu siratolmustaqim. Shalawat dan salam disampaikan kepada Muhammad Rasulullah, yang telah mewariskan dinul Islam kepada umat akhir zaman.

Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang bergerak untuk mencerdaskan anak bangsa lewat pendidikan dan dakwah. Sejak organisasi ini berdiri tahun 1912 di Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan,  organisa ini tak pernah berhenti, bahkan untuk sekedar istirahat dari dakwah tak punya waktu. Muhammadiyah terus beerkembang hingga pelosok Nusantara, bahkan dunia.

Di Bekasi, Muhammadiyah mulai dipeerkenalkan kepada masyarakat tahun 1928  oleh seorang penghulu yang dikenal sebagai H. Raden Sulaeman. Ia mengenal Muhammadiyah, ketika  tokoh Muhammadiyah menggelar pengajian di Jakarta. Lalu,  H. Sulaeman , tertarik dengan Muhammadiyah. Iapun mulai merintis pengajian di Bekasi. Pengajian pertama kali dilakukan tahun  di Kranji Bekasi Barat. Artinya, telah 16 tahun Muhaammadiyah berdiri dakwah Muhammadiyah sudah sampai di Bekasi.

Pengajian yang dirintis Raden H.Sulaeman itu tak serta merta mendapat sambutan dari masyarakat Bekasi. Apalagi masyarakat Bekasi ketika itu pemahaman agamanya banyak dipengaruhi paham tradisonal seperti lazimnya di masyarakat yaitu melakukan tahlilan, shalat subuh pakai qunut, niat wudu dan shalat yang dizaharkan dan lain-lain.

Tentu tak mudah bagi Raden H. Sulaiman untuk meyakinkan masyarakat agar dapat mengubah tata cara ibadah yang sudah mereka terima secara turun temurun. Jika ada warga yang meninggal dunia biasanya dilakukan tahlilan tiga hari, lalu 40 hari, 100 hari. Tiba-tiba dihilangkan. Yang biasa shalat subuh pakai qunut lalu ditiadakan, yang biasanya niat dizaharkan, tiba-tiba niat hanya di dalam hati. Masyarakat tentu tak begitu mudah menerima perubahan itu.

Tapi respon yang dingin itu tak membuat Raden H. Sulaeman lalu cepat kecewa, kemudian meniggalkan pengajian yang sudah ia rintis. Meski jemaahnya sedikit ia terus memberikan pengajian. Lambat laun pengajian itu mulai diterima oleh masyarakat Bekasi. Meski tetap saja banyak halangan dan rintangan.

Untuk memelihara semangat jamaah, Raden H Sulaeman, mendirikan ‘balai tabligh’ di pintu air depan stasiun Kereta Api. Balai  tabligh ini digunakan untuk tempat pengajian sekaligus pengkaderan persyarikatan Muhammadiyah.

Tugas itu tentu tak mudah. Untuk lebih mengintensifkan pengajian dan pengaderan persyarikatan Muhammadiyah, Raden H. Sulaeman mengajak para muballigh dari Jakarta untuk bergabung dalam gerakan dakwah pembaruan Islam. Mereka yang bergabung dalam gerakan dakwah di Bekasi adalah; Ustadz Ismail Jamil, Sutalaksana Zain Jambek, dan lain-lain1.

Hanya saja kapan persisnya pengajian itu dirintis, tak ada yang tahu tanggal dan bulan berapa pengajian itu dimulai. Para kader pelanjut Muhammadiyah di Bekasi hanya tau bahwa awal perintisan Muhammadiyah di Bekasi adalah tahun 1928.

Lalu kalau kita bertanya tanggal berapa dan bulan apa Muhammadiyah Bekasi lahir? Kita hanya bisa menjawab, tahun 1928. Sulit untuk menjawab tanggal berapa dan bulan apa Muhammadiyah lahir. Sebab belum ditemukan tanggal dan bulan apa Muhammadiyah Bekasi dilahirkan.

Lalu bagaimana menentukan miladnya? Sebab tak ada tanggal maupun bulan yang dapat untuk dijadikan sebagai dasar lahirnya Muhammadiyah di Bekasi. Yang ada hanya tahun dan tokoh pendirinya. Itupun belum diketahui di gedung apa dibentuknya. Dalam peristiwa apa? Katakanlah misalnya, pada saat pengajian Penghulu Raden H. Sulaeman telah dideklarasikan berdirinya Muhammadiyah dengan pegurus, si A, si B, dan seterusnya. Tapi itu juga belum ditemukan. Lalu apa yang mendasari tentang lahirnya Muhammadiyah di Bekasi?

Satu-satunya dokumen yang menunjukan tentang kelahiran dan tokoh pendiri Muhammadiyah Bekasi, adalah laporan Pimpinan Daerah Muhammadiyah kepada kantor Sosial Politik (Sospol), Kabupaten Bekasi, pada tanggal 17 Juli 1989 dengan No.A.1/141/1989, yang diperbaharui pada tanggal 26 Jumadil Akhir 1413 H/ 21 Desember 1992, No. A.A/1.f/50/19922.

Dalam Form: 01, yang dikeluarkan Kantor Sosial Politik Kabuapten Bekasi, yang dikirimkan ke Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Kabupaten Bekasi, pada tahun 1992-1993, sebagai realisasi laporan Pimpinan Daaerah Muhammadiya kepada Kantor Sospol Kabupaten Bekasi jelas disebutkan bahwa organisasi Muhammadiyah Bekasi didirikan/dibentuk tahun 1928, dengan alamat Jl. Ki Mangunsarkoro No.45 Bekasi, Tlp. 8805084. Tokoh pendiri adalah PENGHULU RADEN H. SULAEMAN.

Dalam laporan tersebut tak disebutkan hari, tanggal maupun bulan berdirinya Muhammadiyah Kabupaten Bekasi. Perlu ada keputusan politik PDM Kota Bekasi untuk menentukan tanggal dan bulan berdirinya Muhammadiyah di Bekasi. Apakah tanggal itu ditentukan saat Penghulu KH Raden Sulaeman menyampaikan dakwahnya di Bekasi. Yang pasti akan sangat janggal jika tak ditentukan tanggal dan bulan lahirnya Muhammadiyah Bekasi.

Bukti lain yang dapat dijadikan sebagai catatan kapan berdirinya Muhammadiyah Bekasi, adalah Risalah yang ditulis A. Rauf H.M. yang berjudul “meningkatkan Peranan Guru dalam Mewujudkan Tujuan Pendidikan Muhammadiyah di SMA Muhammadiyah 9 Bekasi, tahun 1987, halam 10.

“Pada tahun 1928, Persyarikatan Muhammadiyah mengembangkan sayapnya ke Kabupaten Bekasi, dengan status ranting dari Muhammadiyah cabang Jakarta. RH.Sulaeman adalah satu-satunya anggota Muhammadiyah di Bekasi, sehingga kepengurusan Pimpinan Muhammadiyah ranting Bekasi ketika itu berada di tangannya sendiri. Beliau adalah ketua, juga sekretaris, juga bendahara yang sekaligus merangkap anggota”

Dalam buku “Selayang Pandang Muhammadiyah Bekasi, ditulis bahwa “Muhammadiyah Bekasi dirintis sejak tahun 1928, oleh seorang tokoh terkenal di Bekasi saat itu, beliau adalah Raden Haji Sulaeman, penghulu di Bekasi.

Hanya itu jejak yang ditemukan tentang sejarah kelahiran Muhammadiyah di Bekasi. Sulit menemukan jejak tanggal dan bulan, lahirnya Muhammadiyah di Bekasi. Begitu juga peninggalan peninggal yang dinilai dapat mendukung kelahiran Muhammadiyah di Bekasi. Tapi, paling tidak, tahun 1928, dapatlah dijadikan sebagai tonggak sejarah lahirnya Muhammadiyah di Bekasi, meski tidak memiliki tanggal dan bulan kelahirannya. Kesulitan yang akan dihadapi Muhammadiyah Bekasi adalah, kapan tanggal bulan yang dapat dijadikan sebagai patokan milad Muhammadiyah Bekasi.

  1. Membangun Generasi Awal (Ash Shabikunal Awwalun)

Tak dapat dipungkiri, Muhammadiyah tumbuh dan berkembang di Bekasi, tak dapat dilepaskan dari gerakan dakwah. Dari ‘balai tabligh’ H. Sulaiman terus menggerakkan dakwahnya yang didukung oleh sahabatnya sesama muballigh seperti ustadz Ismail Jamil, Sutalaksana dan Zain Jambek.

Dari kegiatan tabligh yang tak kenal lelah, mulai muncul kader-kader pontensial yang kelak menjadi motor penggerak persyarikatan Muhammadiyah di Bekasi.

Para tokoh muda potensial itu yang menjadi ash shabikunal awwalun (generasi pertama) kader Muhammadiyah adalah; Ibnu Hajar, (almarhum), Muhammad Idris (almarhum), M. Slamet, Sastrodiharjo (almarhum), Muhammad Damsyik (almarhum), H.M. Taminuddin (almarhum), H. Mas’ud (almarhum), Muh. Ali (almarhum) dan KH. Masturo, mantan Ketua MUI Bekasi (almarhum)3.

Mereka-mereka itulah yang mengasuh Ranting Muhammadiyah

saat itu. Pada saat itu mereka sudah membina dua lembaga pendidikan yaitu:

  1. HIS Metden Qur’an di Bekasi pada tahun 1929-19364, dengan Kepala Sekolah Darsono Sunardi Maktal. Hasan Padmi, H. Moh. Damsyik, Sunadi.
  2. Schakel Scool dengan kepala sekolah guru Moh. Ali dan Bachrum Hamidi.

(lihat Makalah saresehan Muhammadiyah Kabupaten Bekasi, yang berlangsung Ahad 17 Mei 1987, di Perguruan Muhammadiyah Bekasi dengan judul “Perkembangan Muhammadiyah di Kabupaten Bekasi dari Periode ke Periode” Oleh H. Ahmad Ludin, Ketua PDM perode 1985, 1990, 1990, 1995).

Dari bukti sejarah itu, Muhammadiyah di Kabupaten Bekasi, meski masih dalam bentuk Ranting dari Jakarta, tapi aktivitasnya cukup menonjol karena sudah mampu mendirikan dua sekolah sebagai amal usaha Muhammadiyah.

Muhammadiyah Bekasi Mengalamai Kevakuman.

Semangat untuk mengembangkan Islam yang berkemajuan dari para kader-kader angkatan pertama Muhammadiyah Bekasi, terus menyala. Berbekal ilmu yang diperoleh dari pembinaan di ‘Balai Tabligh’ oleh para ustadz dari Jakarta, di bawah koordinasi Raden Haji Sulaeman, tak serta merta perjalanan Muhammadiyah di Bekasi lancar. Situasi politik di Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari penjajahan Belanda ke Jepang menyusul berkecamuknya perang Asia Timur Raya, atau perang dunia kedua pada tahun 1939, dan Jepang menduduki Indonesia. Perang itu berlanjut pada perang kemerdekaan. Ini sangat memperngaruhi gerakan dakwah Muhammadiyah di Bekasi. Suka atau tidak, Ranting Muhammadiyah Bekasi, dalam keadaan istirahat (vakum), meski kegiatan amal ibadah terus jalan.

Jika sebelum Jepang masuk ke Indonesia, para tokoh pergerakan Muhammadiyah, biasa bekerjasama dengan pejabat pemerintah yang saat itu di Bekasi dijabat seorang wedana, untuk membantu masyarakat yang susah dengan membagikan kebutuhan pokok berupa beras dan bahkan uang. Namun, setelah Jepang masuk ke Indonesia, kegiatan itu dihentikan. Padahal seperti biasanya, setiap seminggu sekali Muhammadiyah selalu menyantuni anak yatim, fakir miskin. Dan setiap akhir tahun diadakan pasar amal yang dilaksanakan malam hari di alun-alun Bekasi. Kegiatan pasar amal itu disebut dalam bahasa Belanda Ermenzord yang artinya pasar malam, karena dilakukan pada malam hari.

Kehadiran Penjajahan Jepang di Indoensia, sangat mempengaruhi gerakan dakwah Muhammadiyah di Bekasi yang salah satu programnya adalah Pertolongan Kesengsaraan Oemum (PKO), itu istilah lama, yang sekarang dapat diterjemahkan dengan gerakan sosial Muhammadiyah seperti membagikan sembako dan memberikan pelayanan kesehatan.

Apalagi letak geografis, Bekasi berada di sebelan Timur Jakarta yang menjadi pusat kegiatan politik di Indonesia setelah Yogyakarta, saat itu. Untuk menyelamatkan kader-kader Muhammadiyah dari penangkapan tentara Jepang, para tokoh Muhammadiyah saat itu sepakat untuk menghentikan sementara kegiatan PKO maupun dakwah secara terbuka, sambil menyusun strategi yang akan dilaksanakan di kemudian hari. Kevakuman itu hanya untuk sementara waktu dan akan kembali bangkit setelah suasana lebih aman dan baik. Kevakuman itu hanya bersifat situasional.

  1. Muhammadiyah Bekasi Melahirkan generasi Kedua.

Setelah penyerahan kedaulatan, menyusul, kekalahan Jepang pada perang dunia kedua, dengan dijatuhkannya bom nuklir di kota Hirosima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Situasi politik di Indonesia sudah berubah apalagi setelah Indonesia di proklamirkan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat pada 17 Agustus 1945.Sejarah Muhammadiyah Kota Bekasi || 21

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mulai menata pemerintahan dengan melakukan pemekaran dan pembentukan kabupaten, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Bekasi.

Berdasarkan undang-undang no. 14 tahun 1950, bertepatan dengan 15 Agustus 1950, terbentuklah kabupaten Bekasi. Sejak itu pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi juga memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) (lihat sejarah berdirinya DPRD kabupaten Bekasi).

Momentum berdirinya Kabupaten Bekasi pada tahun 1950, digunakan oleh kader-kader Muhammadiyah yang sempat tiarap pada penjajahan Jepang, kembali mengaktifkan Muhammadiyah. Adalah Muhammad Idris, Muhammad Slamet Sastrodiharjo, HM. Anis Taminuddin dan Muhammad Damsyik, yang kembali menghidupkan Muhammadiyah.

Suasana politik yang mulai kondusif memberikan dorongan kepada para generasi Ash Shabukunal awwalun kader Muhammadiyah Bekasi untuk menggunakan energi, tenaga dan fikiran mereka lewat bidang politik. Karena Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik praktis.

Satu satunya partai politik yang berasaskan Islam yang terkuat di Bekasi pada saat itu, adalah partai Masyumi. Mungkin karena persamaan pandangan, baik dalam pandangan Islam maupun tujuan partai yang termaktub dalam Anggaran Dasar (AD) maupun dalam anggaran rumah tangga (ART) partai Masyumi para kader Muhammadiyah itu lebih tertarik masuk Masyumi.

Dalam anggaran dasar paratai Masyumi jelas tertuang tujuan partai sebagai berikut:

“Tujuan partai (Masyumi), ialah terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan seseorang, masyarakat dan Negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Ilahi”

Pilihan untuk memasuki partai Politik yaitu Partai Masyumi, membuahkan hasil dengan terpilihnya kader-kader Muhammadiyah 22 || Sejarah Muhammadiyah Kota Bekasi

menjadi anggota DPRDS, mereka adalah; Muhammad Slamet Sastrodiharjo dan Muhammad Damsyik sebagai anggota DPRDS, sedangkan HM. Anis Taminudin terpilih menjadi anggota DPD kabupaten Bekasi. Kader-kader Muhammadiyah tersebut terpilih mewakili Partai Masyumi.

Posisi anggota DPRD kabupaten Bekasi, hasil pemilihan umum tahun 1955, Partai Masyumi dengan 7 kursi, Ikatan Pendukung Pancasila Indonesia (IPKI), 7 kursi, Partai NU 6 kurisi, PNI 5 kursi, Partai Komunis Indonesia (PKI) 4 kursi, Murba 2 kursi, PSII 2 kursi, Partindo dan PERTI masing masing mendapat 1 kursi5.

Terpilih sebagai ketua DPRD pada periode 1955-1958 dan 1959, adalah Hasim Ahmad dari Partai Masyumi.

Tokoh Generasi Kedua

Tokoh generasi Muhammadiyah di Bekasi adalah:

  1. H. Ibnu Hajar, kader pertama Muhammadiyah tahun 1928, beliau berpulang ke rahmatullah pada 24 Desember 1962.
  2. Hj. Siti Sehah binti H. Matsani, ibu dari H Yusuf Choir, ketua Aisiyah Cabang Bekasi, ia adalah teladan dalam beramal, beliau wafat 14 Mei 1967.
  3. H. Kaylani, Wakil Ketua II Yayasan Pembina Perguruan Muhammadiyah dan bendahara Pimpinan Muhammadiyah Daerah Bekasi, aktif di bidang pembangunan. Beliau wafat 21 Agustus 1970.
  4. Sastrohadinoto, Sekretaris Yayasan Pembina Perguruan Muhammadiyah, wakil direktur PGA 6 Tahun Muallimin Muhammadiyah dan sekretaris Pendiri Filial Fakultas Hukum (FH), dan IPK Universita Muhammadiyah di Bekasi. Beliau wafat tahun 1970.
  5. S. Wijaya, ketua Majilis PKU periode 1969-1971, beliau wafat 1972.
  6. Muchtar Sutan Penghulu, Kepala PGA 6 tahun muallimin Muhammadiyah dan sebagai ulama di

kalangan organisasi

Muhammadiyah. Beliau wafat tahun 1973.

  1. KH. Masturo, Ketua PDM Bekasi periode 1969-1971. Beliau wafat 1 Februari 1997.
  2. H.M. Taminuddin Ketua I PMD Bekasi tahun 1969-1971
  3. H. Lili Hambali Wijaya Sekretaris PMD Bekasi periode 1969-1971.
  4. H. Moh. Damsyik Ketua Majelis Da’wah PMD Bekasi periode 1969-1971.
  5. H.M. Choir Usman, SmHk, Majelis pendidikan dan pengajaran 1969-1971.6

Dan sejumlah tokoh Muhammadiyah generasi kedua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Itulah sekelumit sejarah berdirinya Muhammadiyah di Bekasi. Sejak perintisan Muhammadiyah di Bekasi, pasang surat gerakan dakwah menjadi motivasi bagi generassi penerus Muhammadiyah di Bekasi.****

Bagikan berita ini